Kala itu, Jumat 28 Desember 2018, Barru terendam banjir. Banjir menerjang Kecamatan Barru, Balusu, Soppeng Riaja, Tanete Riaja, dan Mallusetasi. Jalan Poros Makassar-Parepare bahkan sempat lumpuh.
Pukul 07.00 WITA, banjir masih sepinggang orang dewasa. Muhammad menggendong Sulfiah dari rumahnya menuju rumah orang tuanya yang sehari sebelumnya meninggal.
Fera meminta diri ikut. Namun Muhammad menolak. “Saya bilang kita bersamaan. Tapi dia bilang, saya duluan saja,” kenang Fera.
Waktu berlalu, tak ada kabar dari keduanya. Fera yang gelisah akhirnya mengajak Annisa, menyusul Muhammad dan Sulfiah.
“Setelah saya ke sana, dia sudah di situ,” kata Fera menunjuk ke empang yang berjarak tak lebih 50 meter di depan rumahnya. Saat itu Fera baru sadar, suami dan anaknya terbawa arus banjir dan terjerembab di empang.
Saat melihat Muhammad dan Sulfiah tenggelam, Fera dan Annisa sempat terseret banjir. Namun masih selamat. Setelahnya, Fera dan Annisa mengamankan diri di rumah warga dan meminta pertolongan agar suami dan anak tirinya dievakuasi. Namun air kian tinggi.
Pencarian Muhammad dan Sulfiah dilakukan hampir 24 jam. Jenazahnya baru ditemukan keesokan harinya, di empang kedalaman sekitar satu meter, dengan posisi saling berpegangan.
Setelah kejadian itu, hujan adalah hal yang menakutkan bagi Fera. Jika hujan bagi sebagian orang menyenyakkan tidur, bagi Fera merupakan mimpi buruk.
Dia mengisahkan, di suatu malam di pertengahan Desember 2023, janda anak satu itu sendiri di rumah. Anaknya, Annisa yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan ke Makassar mengikuti program Praktik Kerja Lapangan (PKL) selama beberapa pekan.