Kereta Datang, Banjir Datang

  • Bagikan
Kereta Api Lontara di Stasiun Mandai, Maros, Sulawesi Selatan (Foto: Arya Nur Prianugraha/Fajar)

Hujan yang turun malam itu seperti kembali membuka luka lamanya. Karena tak tahan mendengar suara hujan, Fera menyumpal dua telinganya dengan selimut dan bantal. Semakin deras air menerpa atap, semakin ia menekan bantal dan selimut agar tak mendengar suara hujan. Namun rumah panggung dengan atap tanpa plafon itu membuat suara hujan sangat jelas.

Perempuan paruh baya itu tak kuasa membendung air matanya. Tangisnya pecah.

“Kepalaku kututup. Saya nda sanggup dengar.”

Sebelum menewaskan Muhammad dan Sulfiah, tahun-tahun sebelumnya banjir juga menerjang Barru. Tapi menurut Fera, banjir hari itu berbeda.

“Semenjak lahir, saya baru lihat banjir sebesar itu,” kata Fera yang sejak lahir tinggal di Balusu. “Air sampai situ. Hanya menyisakan dua anak tangga,” lanjut Fera, menunjuk tangga di rumahnya dengan 13 anak tangga. Tangga itu setinggi sekitar dua meter.

“Sebelum ada pembangunan rel kereta api, banjir hanya sampai sini,” ucap Fera sambil memegang pinggangnya.

Fera menduga biang keroknya adalah pembangunan jalur Kereta Api (KA) Makassar-Parepare. Jalur kereta ini direncanakan melintasi lima kabupaten dan kota: Makassar, Maros, Pangkep, Barru, dan Parepare. 

Hal senada disampaikan Mappi Asse Hasan, salah satu Ketua RT di Kelurahan Takkalasi, Kecamatan Balusu, Barru. “Sebelumnya (pembangunan rel kereta api) memang banjir, tapi tidak tinggi.” 

Proyek KA Makassar-Parepare ini adalah bagian dari proyek KA Trans Sulawesi yang diproyeksi menghubungkan Makassar-Manado, ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) pada 2017. Jalur Makassar-Parepare merupakan pembangunan tahap I yang ditarget rampung 2026.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan