Kereta Datang, Banjir Datang

  • Bagikan
Kereta Api Lontara di Stasiun Mandai, Maros, Sulawesi Selatan (Foto: Arya Nur Prianugraha/Fajar)

Aura menggunakan metode scoring dan overlay yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam menganalisis risiko. Dalam arti lain, Aura menggabungkan sejumlah data, lalu membuat penilaian berdasarkan data tersebut.

Data yang digabungkan adalah peta elevasi tanah, tekstur tanah, curah hujan, tutupan lahan, dan buffer atau penyangga aliran sungai. Hasilnya menunjukkan sejumlah jalur kereta api di Barru berisiko banjir. Kecamatan Balusu, Mallusetasi, dan Soppeng Riaja masuk kategori risiko sedang.

Jika ditotal, luasan yang berisiko banjir sepanjang rencana pembangunan rel KA Makassar-Parepare didominasi berisiko. Luasnya 126.553,025 hektar, sedangkan yang aman dari risiko banjir hanya 37190.67 hektar.

Pada dasarnya, titik pembangunan rel KA Makassar-Parepare memang rawan dan berisiko banjir. Itu juga sudah diprediksi tim ahli amdal.

Dalam dokumen amdal, jika rel sepanjang 1522 kilometer itu rampung, maka banjir di Barru makin parah. Penyebabnya karena penggalian atau penimbunan lahan untuk jalur kereta api menghambat aliran air dari hulu bermuara ke laut. Sehingga genangan atau banjir makin berpotensi terjadi. 

Analisis tersebut menyebut akan ada dampak banjir dengan skala besar. Peluang terjadinya banjir disebut tinggi, kerawanan dampaknya juga tinggi. Karenanya, dengan peluang kejadian tinggi, dengan kerawanan tinggi, maka disebutkan dampak banjir ini bersifat penting.

“Berdasarkan hitungan kami di hidrologi, debit air yang mengalir dari atas menuju bawah itu dataran memang. Sehingga pembuangan air dari hulu menuju laut terhambat, mau tidak mau banjir. Kedua, kalau hujan itu ekstrem, itu terjadi banjir. Walaupun dia buat saluran air di antara atau di bawah rel, tetap banjir,” jelas Mahmud.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan