Karena kerawanan itu, dokumen amdal tersebut merekomendasikan pembuatan box culvert atau gorong-gorong, drainase, dan jembatan. Agar air bisa mengalir tanpa terhambat jalur kereta api.
Proyek Ugal-ugalan
Bangunan itu membelakangi matahari yang sebentar lagi terbenam. Atapnya cembung, terbuat dari seng, namun sudah ompong di bagian depan. Plafonnya sebagian juga sudah runtuh. Desainnya unik, ada ornamen dengan motif ukir khas Toraja pada bagian sampingnya. Di bawah ornamen itu tertulis “Stasiun Takkalasi”.
Stasiun Takkalasi di Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru (Foto: Arya Nur Prianugraha/Fajar)
Stasiun itu hingga kini belum beroperasi. “Mungkin tahun depan,” kata seorang satpam yang menjaga stasiun itu kepada saya. Meski belum beroperasi, relnya sudah rampung. Rel itu membelah persawahan, empang, jalan, Daerah Aliran Sungai (DAS) Balusu, dan sejumlah aliran sungai kecil.
Sepanjang rel, mestinya ada saluran yang meloloskan aliran air dari hulu hingga bermuara di laut.
Merujuk dokumen amdal, sepanjang 1522 kilometer rel KA Makassar-Barru, mestinya dipasang 250 buah gorong-gorong, jembatan 27 buah, dan drainase sepanjang jalur untuk menghindari banjir. Saluran ini berfungsi agar air bisa mengalir setelah terbendung rel.
Namun berdasarkan pantauan langsung dan menggunakan satelit, tidak semua lintasan rel yang selesai dibangun terdapat drainase, terutama rel yang stasiunnya belum beroperasi. Misalnya sepanjang rel Stasiun Takkalasi.
Sementara untuk gorong-gorong, dalam dokumen amdal tidak disebutkan titik koordinatnya. Tim ahli penyusun amdal lagi-lagi menyebut hanya mengikuti kerangka acuan.