“Kumakanji, karena tidak enakki. karena takutki nanti mubasir. minimal dimakani, dihargai. Niat bagus toh, gratis lagi,” kata Ilvy.
“Masa tidak kumakan tawwa na,” ujar Tiwi.
Meski menunya kadang tidak enak, para siswa ini mengaku memang makanannya kadang-kadang enak.
Ilvy dan Tiwi, sama-sama suka menu daging dengan kentang.
“Itu enak sekali.”
Tapi menu itu, kata mereka, jarang disajikan. Selama sebulan, mereka mengingat baru dua kali.
Jadinya, yang lebih banyak disajikan adalah menu-menu yang tidak mereka sukai.
“Laukna ndak kusuka. Tidak ada biasa rasanya. Sayurnya rasa air. Tidak ada rasanya. Ada tahu. tahu coklat. Harusna manis, malahan tidak ada rasanya,” keluh Ilvy lagi-lagi.
Para siswa, saat program MBG ini mulai berlangsung mengaku senang. Karena bisa makan gratis tiap hari.
Orang tua pun senang. Karena pengeluaran untuk jajan anak-anak bisa dikurangi.
“Saya Rp20 ribu biasa kubawa. Tapi mamaku bilang Rp10 ribumo, karena sudah ada MBG," tutur Aksa.
Ia menghitung, tiap pekan, Aksa biasanya hanya makan dua kali menu MBG yang disajikan. Ia pun minta kembali uang jajannya dinaikkan Rp20 ribu.
“Jadi kumakan-makan, tapi nda kusukai. kubilang, ma kasi naikmi deh. karena biasa nda kumakanji dari Prabowo,” curhatnya.
Saat ini, Badan Gizi Nasional mencatat telah menjangkau 730 ribu penerima manfaat di 34 provinsi. Di Makassar sendiri, mulanya menyasar 10 ribu dari 198 ribu siswa yang ada.
“Untuk tahap 1 itu tiga kecamatan,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Makassar Nielma Palamba.