Penulis “Teruslah Bodoh Jangan Pintar” Respons Tren Kabur Aja Dulu, Bandingkan Penghasilan di Luar Negeri

  • Bagikan
Tangkapan layar akun Instagrama @tere liye

Kemudian komponen biaya hidupnya lainnya adalah biaya indekos/kontrak atau sewa rumah. Kemudian biaya lain-lain seperti transportasi dan lainnya.

"Mau kalian jungkir balik utak-atik angkanya, kerja di luar negeri akan selalu potensial saving lebih tinggi secara nominal. Bahkan jika biaya hidup di Indonesia ditekan semurah mungkin, saving rate naik, tetap saja tabungan secara nominal di LN unggul," katanya.

Tingginya saving atau tabungan para pekerja di luar negeri karena perbedaan yang cukup jauh antara penghasilan dan pengeluaran, kata Tere Liye, jadi alasan pekerja restoran fast food di Australia, buruh kasta rendah di sana, bisa liburan ke Bali atau Lombok.

Bagaimana dengan pekerja restoran fast food di Indonesia? "Nggak kuat liburan ke Australia. Paham?." sindirnya.

Ada pula yang berdalih pajak di luar negeri sangat tinggi. Bisa mencapai sekitar 50 persen hingga 60 persen.

"Memang. Tapi informasimu kurang banyak. Di LN itu juga ada PTKP. Nilainya lebih tinggi dibanding PTKP Indonesia. Di sana juga ada tarif progresif, yang angkanya juga kadang lebih menarik bagi pekerja kasar," Tere Liye memberi pencerahan.

Sementara di Indonesia, Penghasilan Tidak Kena Pajak alias PTKP Rp60 juta setahun sudah gembira. Di luar negeri, angkanya bisa lebih tinggi.

"Layer pajak 5-10% itu kompetitif. Kamu sih fokus ke layer 50-60%, kayak menteri yg nakut-nakutin pajak di luar negeri tinggi." ujarnya.

Fakta lain di balik pajak tinggi di luar negeri adalah pajak yang ditarik dari rakyat itu kembali ke rakyat dengan pelayanan maksimal. Seperti transportasi publik murah, akses kesehatan bagus, pendidikan bagus, dll.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan