Pedagang Asongan di Pelabuhan Makassar, Usia Tak Jadi Halangan

  • Bagikan
Pedagang asongan Pelabuhan Makassar, Herman (Foto: Muhsin/fajar)

Banyak di antara mereka, termasuk anak-anak, memilih naik ke kapal dengan memanjat tali karena dilarang menggunakan tangga.

"Banyak juga anak-anak di sini lebih memilih panjat tali kalau mau naik ke kapal menjual. Bagaimana tidak, mau naik di tangga, dilarang. Akhirnya terpaksa. Ada juga naik di mobil, karena kebutuhan toh," tukasnya.

Herman mengaku bahwa pilihan pekerjaannya terbatas karena hanya lulusan SMP.

"Cari pekerjaan lain? Saya lulusan SMP, kemungkinan pekerjaan lain kalau ijazah SMP kecil peluang untuk kerja di luar," imbuhnya.

Selain itu, kondisi kesehatannya juga menjadi penghalang. "Jadi satu-satunya di sini, saya juga asma jadi tidak bisa kerja berat," sambung dia.

Meski seharusnya sudah bisa beristirahat di rumah, Herman memilih untuk tetap bekerja.

"Harusnya ini istirahat ma di rumah, tapi keadaan menuntut untuk tetap bekerja," jelas dengan nada tegar.

Setiap hari, ia menghabiskan waktu berjam-jam di pelabuhan. "Kalau kapal masuk jam 17.00 sore, saya masuk ke sini jam 16.00 sore. Saya pulang jam 20.00 malam," bebernya.

Dengan menjual tikar seharga Rp10 ribu per buah, ia berharap bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp70 ribu per hari.

Untuk diketahui, Herman merupakan salah seorang pedagang asongan yang merasakan kebijakan baru pihak Pelabuhan Makassar.

Herman bersama para pedagang lainnya telah didata dan diberikan rompi khusus sebagai syarat agar bisa masuk ke kapal menjual barang maupun jasanya.

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan