"Ini untuk masyarakat, loh, ya kan. Untuk masyarakat Indonesia loh, kok begitu alurnya? Kenapa enggak dibikin sederhana saja biar tepat sasaran begitu, ya pak?" ucap hakim Alfis saat bertanya pada Letnan Kolonel Chk. Sipayung.
Merespons pertanyaan itu, Letkol Chk Sipayung mengaku tidak mengetahui alasannya sehingga tak bisa memberikan jawaban. "Saya hanya bisa jawab apa yang saya alami, yang saya tahu," ujar Sipayung.
Sipayung bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi importasi gula di Kemendag pada tahun 2015–2016, yang menyeret Tom Lembong sebagai terdakwa.
Dalam kasus itu, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara Rp 578,1 miliar, antara lain karena menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada para pihak itu diduga diberikan untuk mengimpor gula kristal mentah guna diolah menjadi gula kristal putih, padahal Tom Lembong mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.
Tom Lembong juga disebutkan tidak menunjuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, tetapi menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.