Ia menilai keputusan bisnis Shell lebih karena strategi utama bisnis mereka saat ini adalah upstream and low carbon business.
Menurut dia, strategi utama bisnis Shell tersebut belum dapat diharapkan karena Bahan Bakar Minyak (BBM) low carbon masih kurang diminati dibandingkan BBM low price di dalam negeri.
“Dalam konteks ini, Shell sepertinya juga melihat lini bisnis yang lain dalam hal bisnis rendah karbon,” ujar Agung, dilansir dari ANTARA, Sabtu (24/5/2025).
Di sisi lain, Ia tidak memungkiri bahwa dengan kondisi harga yang diatur, bisnis ritel BBM swasta di dalam negeri harus bersaing dengan BBM subsidi dan BBM jenis penugasan.
Sehingga, menurutnya, secara skala ekonomi menjadi terbatas dan tidak memberikan perkembangan bagi Shell.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menilai pengalihan kepemilikan bisnis SPBU Shell tidak akan mempengaruhi investasi hilir minyak dan gas bumi (migas) Indonesia.
“Dia kan menjual, bukan berarti menutup bisnisnya. Itu perpindahan kepemilikan perusahaan saja. Jadi, apanya yang pengaruh (ke investasi hilir)? Dia kan tetap jalan terus,” kata Bahlil.
Bahlil memandang pengalihan kepemilikan bisnis SPBU Shell sebagai aksi korporasi biasa yang tidak mengusik ketersediaan maupun distribusi BBM ke masyarakat.
Terlebih, Shell merupakan entitas swasta, sehingga pemerintah tidak memiliki hak untuk membatasi perusahaan tersebut melakukan aksi korporasi. (bs-sam/fajar)