dr.Tifa menyebut, dengan adanya ijazah dan transkrip nilai asli alumni Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985, seharusnya polemik terkait dugaan ijazah palsu sudah berakhir.
"Dengan demikian maka Polemik Ijazah sudah selesai. Saat ini bukan lagi perkara keraguan, melainkan keberanian menyatakan kebenaran," katanya.
Selain ijazah dan transkrip nilai asli alumni Fakultas Kehutanan UGM yang dipegang, dr.Tifa juga menyebut jika sudah terlalu terlalu banyak data, terlalu terang benderang fakta terkait isu tersebut.
"Penelitian independen yang kami lakukan selama ini, oleh RRT: Roy, Rismon, Tifa dkk, telah menyusuri tiap inci jejak digital, menyandingkan bukti otentik, membedah narasi dan gerak tubuh dengan neurosains dan ilmu perilaku, memverifikasi dokumen lintas waktu, bahkan mengkonfirmasi silang melalui historiografi, komunikasi politik, hingga sosiopatologi jaring-jaring kekuasaan," jelasnya.
Karena itu, menurutnya satu-satunya yang tersisa hanyalah keberanian publik untuk menerimanya. Dan keberanian Presiden Prabowo Subianto untuk mendukungnya.
Dia lantas menyoroti peningkatan status laporan yang ditangani Polda Metro Jaya dari penyelidikan menjadi penyidikan yang begitu cepat. Dia menilai, peningkatan status itu bukan karena kekuatan bukti melainkan karena ketakutan akan kebenaran.
"Inilah modus yang berulang: seperti pembungkaman terhadap Bambang Tri, seperti pemenjaraan terhadap Gus Nur, kekuasaan yang terguncang selalu menjawab dengan intimidasi. Kita tidak sedang menghadapi hukum yang netral. Kita sedang menghadapi pelaku yang panik," tandasnya. (fajar)