FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Alfin Andrian, pelaku penusukan Syekh Ali Jaber disebut mengalami gangguan kejiwaan alias gila. Hal itu berdasarkan pengakuan orangtua Alfin kepada polisi dalam pemeriksaan.
Saat ini, polisi masih melakukan pemeriksaan untuk memastikan apakah benar pemuda 24 tahun itu mengalami gangguan jiwa.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, mengatakan Pemerintah dan aparat hukum belum dapat mempercayai keterangan dimaksud.
“Kami belum percaya,” ujarnya dalam keterangan resminya yang disiarkan di akun Instagram pribadinya, Senin (14/9/2020).
Mahfud menegaskan, bahwa kepastian Alfin gangguan jiwa harus dibuktikan lebih dulu melalui penyelidikan.
“Kami akan tahu dia sakit jiwa betul atau tidak, setelah diselidiki,” kata Mahfud.
Untuk mengetahui kepastian itu, kata Mahfud, salah satunya bisa dilakukan dengan penelusuran rekam digital terhadap Alfin.Bisa juga, sambungnya, melalui keterangan para tetangga.
“Kalau orang sakit jiwa jejak digitalnya kayak apa, keluarganya melihatnya kayak apa, tetangganya melihat kayak apa, teman-temannya melihat kayak apa. Baru kami dapat menyimpulkan dia sakit jiwa,” jelasnya.
Sebelum adanya kepastian itu, sambungnya, Pemerintah dan aparat hukum akan terus menyelidiki motif pelaku melakukan penusukan. Termasuk apakah pelaku memiliki keterkaitan dengan kelompok tertentu.
Bahkan, dirinya sudah menginstruksikan kepada seluruh aparat untuk melakukan penyelidikan dengan sangat teliti.
Mulai dari intelijen, Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT), Densus 88 Antiteror, BAIS dan BIN, sampai Kabaintelkam.
“Saya minta selidiki kasus ini dengan sebaik-baiknya, setransparan mungkin,” tegasnya.
Guru Besar Hukum Tata Negara UII ini menekankan, bahwa Pemerintah berkomitmen melindungi setiap ulama ketika berdakwah.
Perlindungan dimaksud, sambungnya, diberikan tanpa memandang arah politik ulama ke pemerintah terpimpin.
“Dai apa pun pandangan politiknya, itu harus dilindungi kalau sedang berdakwah. Itu yang terpenting.”
“Soalnya kita hidup selama ini, bangsa indonesia, budaya yang baik itu justru ditimbulkan dari dakwah-dakwah,” tandasnya.
Sebelumnya, Kapolresta Bandarlampung Kombes Yan Budi Jaya menyatakan bahwa pihaknya sudah menetapkan Alfin Andrian sebagai tersangka.
“Pelaku jadi tersangka dengan pasal 351 ayat 2, ancaman maksimal lima tahun penjara. Tersangka sudah ditahan di Rutan Polresta,” ungkapnya.
Yan Budi mengakui bahwa orangtua pelaku memang menyatakan bahwa Alfin mengalami gangguan jiwa sejak 2016 silam.
“Jika berdasarkan keterangan orangtuanya, bahwa sejak 2016 yang bersangkutan mengalami stres diakibatkan ibunya yang menjadi tenaga kerja di Hong Kong menikah lagi,” ujarnya.
Akan tetapi, keterangan orangtua pelaku itu tak begitu saja dipercaya oleh penyidik.
Karena itu, pihaknya saat ini sudah berkoordinasi dengan Biddokkes Polda Bandarlampung untuk memeriksa kejiwaan pelaku.
Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan Mabes Polri untuk memastikan apakah benar Alfin mengalami gangguan jiwa atau tidak.
Sampai saat ini, pihaknya juga masih menunggu tim dari Mabes Polri untuk memastikan kejiwaan Alfin Andrian.
“Semalam sudah kita datangkan psikiater dari RSJ Lampung. Tapi baru diagnosa awal,” katanya.
“(Kejiwaan pelaku) Itu masih kita dalami. Masih menunggu dari Mabes Polri,” jelas Yan Budi.
Saat ini, kasus penusukan terhadap ulama itu ditangani penyidik Polresta Bandarlampung.
“Kita tetap berproses dengan prosedur. Karena itu kan (pemeriksaan kejiwaan) hanya untuk membuktikan dia ini benar atau tidak mengidap gangguan jiwa.” terangnya.
“Kalau ada kartu kuning, bisa dipastikan dia mengalami gangguan jiwa,” ujarnya.
Kendati demikian, Yan Budi menjelaskan, pihaknya tidak berwenang untuk menentukan apakah pelaku mengalami gangguan jiwa atau tidak. Hal itu, ujarnya, akan ditentukan majelis hakim dalam persidangan.
“Itu persidangan yang menentukan. Kalau menurut hakim nanti memang mengalami gangguan jiwa, ya itu kewenangan hakim,” tandas dia.(ruh/pojoksatu)