FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemprov Sulsel mengadu ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan penonaktifannya sebagai pejabat struktural (dinonjobkan).
Dalam surat tertanggal 6 September 2023 yang diterima, surat tersebut juga ditujukan kepada Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) di Jakarta, Menteri Dalam Negeri RI di Jakarta, Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel di Makassar, Ketua DPRD Sulsel dan Ketua Komisi A DPRD Sulsel.
“Dengan ini kami melaporkan kepada Bapak Bapak, bahwa Gubernur Sulawesi Selatan selaku Pejabat Pembina Kepegawaian telah menonaktifkan kami sebagai pejabat struktural di lingkup Pemprov Sulsel. Sehingga kami dirugikan baik secara materil maupun non materil,” tulis dalam surat.
Adapun kronologi kejadian yakni pada Rabu Tanggal 10 Mei 2023 para ASN itu mendapat pesan WhatsApp dengan Nomor Surat 005/2940/BKD/ Tanggal 9 Mei 2023 perihal Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan Administrator dan Pelaksana pada lingkup pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Berdasarkan undangan tersebut ada sekitar 163 orang yang diundang untuk dilantik dan disumpah sebagai pejabat Administrator dan Pelaksana Pemprov Sulsel.
“Menurut sumber, bahwa alasan pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan karena adanya restrukturisasi atau perampingan jabatan berdasarkan implementasi Pergub No 7 Tahun 2023 tentang susunan organisasi Tugas dan Fungsi dan tata kerja perangkat Daerah,” ujarnya.
Ditegaskan, para pejabat semestinya mendapatkan undangan pelantikan namun kenyataannya tidak semua mendapatkan undangan pelantikan yang mengakibatkan para ASN itu dinonaktifkan karena adanya beberapa PNS yang dapat promosi jabatan baru.
“Sehingga kami para pejabat lama yang terdampak restrukturisasi tidak kebagian posisi,” imbuhnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri PANRB 17/2021, pejabat administrasi yang terdampak penyederhanaan birokrasi pemerintah diberikan kesempatan untuk beralih ke dalam jabatan fungsional melalui mekanisme penyetaraan jabatan.
“Bagaimana bisa jabatan kami bisa disetarakan, sementara Jabatan Fungsional PNS masih status Moratorium. Kemudian bagaimana dengan pejabat yang sudah berusia 55 tahun, tentu tidak bisa lagi disetarakan, karena penyetaraan itu punya batas usia yaitu 53 tahun,” jelasnya.
Adapun Moratorium tersebut dituangkan dalam Surat Bernomor B/653/M.SM.02.03/2021 tentang Tindak Lanjut Moratorium Jabatan Fungsional dan Penyetaraan Jabatan Administrasi ke Dalam Jabatan Fungsional.
Dalam surat yang diteken pada 23 Desember 2021 lalu, surat tersebut ditujukan kepada Para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di lingkungan instansi pusat dan daerah.
Menurutnya, adapun restrukturisasi atau penyederhanaan jabatan administrasi itu harus dilihat dari ketersediaan Jabatan Fungsional. Dan sampai detik ini moratorium Jabatan Fungsional masih berlaku. Sehingga tidak ada alasan untuk melakukan restrukturisasi atau penyederhanaan
jabatan administrasi.
“Perlu kami sampaikan kepada Bapak Bapak, bahwa Reformasi Birokrasi harus dilaksanakan berdasarkan kebutuhan dengan catatan menyiapkan wadah penampungan bagi pejabat yang terdampak perampingan yakni Jabatan Fungsional, sehingga kami dapat merasakan penyetaraan.
Lebih jauh dikatakan, hal eksistensinya sebagai pejabat struktural berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural Presiden RI.
“Pergub dan Peraturan Pemerintah sama sama prodak Undang Undang, namun harus di tinjau lagi dari segi urgensinya, yang mana paling dibutuhkan oleh negara dan masyarakat. Sehingga menurut hemat kami, Pergub tidak serta merta mengabaikan Peraturan Pemerintah. Jadi Pergub No 7 Tahun 2023 tentang susunan organisasi Tugas dan Fungsi dan tata kerja perangkat Daerah terkesan dipaksakan. Dengan lahirnya Pergub ini tentu berakibat hilangnya jabatan kami. Oleh karena itu, di mohon
kesediaan Bapak Bapak para pemangku jabatan untuk menindak lanjuti laporan kami,” tandasnya.
(selfi/fajar)