Padahal, Lukman tidak terlahir dari keluarga politisi. Mendiang ayahnya pengusaha kursi dari rotan, namun sudah jadi tokoh besar Muhammadiyah sejak dulu. Akan tetapi, jiwa bebasnya yang mengantarkan dia terjun ke dunia politik.
"Saya anak bungsu, lahir di Parepare. Saat saya usia dua tahun, ibu saya wafat. Kemudian saat kelas 4 SD, bapak saya yang wafat. Makanya saya diambil kakak dan dibawa ke Takalar. Status yatim piatu itulah yang membuat saya gemar berorganisasi, mulai SD sampai kuliah dan masuk politik,” terangnya.
Pria kelahiran 30 Desember 1969 itu juga sudah mandiri sejak remaja. Itu tidak lepas dari didikan saudara-saudaranya yang tegas dan disiplin. Dia sudah punya jadwal sejak bangun hingga tidur. Mulai dari menyapu halaman, memanggul air, dan banyak hal lainnya.
Bahkan dia pernah bekerja sebagai buruh harian dan tukang becak. Termasuk juga petugas kebersihan kelurahan, yang diberi tanggung jawab untuk membersihkan selokan.
"Saya pernah mengecor bangunan di Makassar, keluarga tidak ada yang tahu. Pernah juga bawa becak, buruh harian, dan yang paling tidak pernah saya lupa adalah kerja membersihkan got. Itu sekitar 3 sampai 4 bulan bersama pekerja dari kelurahan,” kata dia. Namun dia bersyukur, jalan berat yang diberikan Tuhan ternyata membuatnya lebih kuat. (wid/fajar)