Proyeksi Ekonomi 2025 Kelam, Legitimasi Prabowo Diprediksi Pudar

  • Bagikan
Ilustrasi lesunya kondisi ekonomi. (INT)

"Dan ini yang membuat sebetulnya, kalau ini jatuh tempo, berarti harus di-replace. Kecuali memang rencananya ada pola-pola lain yang tidak perlu mengambil kepada dana yang beredar," jelas Banjaran di Sharia Economic Outlook di Kantor Pusat BSI, Senin (23/12/2024).

Bank Papan Atas Batasi Ekspansi Kredit

Menurut analisa ekonom senior, Ryan Kiryanto mengatakan bahwa secara umum, perbankan sedang memiliki "isu besar" terkait likuiditas. Hal ini terlihat dari posisi rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) perbankan yang mencapai 87,50% per Oktober 2024, menunjukkan bahwa likuiditas perbankan RI sudah ketat.

"Nah, itu jelas menunjukkan bahwa space atau ruang bank kita untuk lebih agresif ekspansi [kredit] semakin terbatas. Apalagi bank-bank yang memang memiliki stance yang konservatif. Konservatif itu adalah bankir-bankir yang nggak mau ngebut, nggak mau ngegas, nggak mau agresif. Dengan LDR di bank itu 80% ke atas, mereka pasti lebih prudent, lebih hati-hati artinya tidak terlalu bernafsu ya untuk ekspansi," jelas Ryan saat ditemui di Jakarta Selatan, Jumat (20/12/2024).

Ambil contoh PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang dianggap "over-liquid". Jika merujuk pada laporan keuangan BCA per kuartal III-2024, posisi LDR berada di 75,1% berada di bawah batas bawah Giro Wajib Minimum (GWM) LDR yang ditetapkan Bank Indonesia (BI), yakni 78%-92%.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Darmawan Junaidi juga menyoroti kondisi likuiditas tercatat tetap ketat di tengah penurunan suku bunga untuk mendorong biaya dana tetap tinggi. Alasannya, adanya Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang terus menawarkan yield tinggi.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan