FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena pengibaran bendera bajak laut 'One Piece' oleh sejumlah kalangan masyarakat jelang HUT ke-80 RI yang disandingkan dengan bendera Merah Putih, mendapat tanggapan dari Menteri Pertahanan (Menhan), Sjafrie Sjamsoeddin.
Sjafrie menilai bendera bergambar tengkorak kurang layak didekatkan dengan bendera pusaka Merah Putih yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.
"Bendera Merah Putih lalu ada bendera tengkorak di bawahnya, masak dibilang Merah Putih itu diback up oleh tengkorak, kan enggak pas,” ucap Syafrie di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Lebih jauh Menhan Sjafrie menyinggung sosok Fatmawati Soekarno, istri sang proklamator yang telah menjahit bendera pusaka tersebut saat detik-detik jelang proklamasi kemerdekaan RI.
“Ini kan kemerdekaan direbut dengan darah, keringat, dan air mata. Itu bendera Merah Putih dijahit oleh Ibu Almarhumah Fatmawati Soekarno,” katanya.
Ia mengaku tidak mempermasalahkan bendera One Piece yang di dalamnya memuat gambar tengkorak, yang disebut-sebut sebagai bentuk ekspresi masyarakat sipil.
Namun demikian Menhan Sjafrie menyayangkan adanya pengibaran bendera berlambang tengkorak di dekat bendera Merah Putih di momen menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI) ke-80 tahun ini.
Ia pun mengajak masyarakat untuk dapat lebih berpikir jernih lagi dan tidak terpancing dengan provokasi.
Seperti diketahui, fenomena pengibaran bendera One Piece belakangan marak dilakukan, terutama oleh komunitas penggemar anime. Sebagian dari mereka meletakkan bendera One Piece di bawah Bendera Merah Putih, dalam momen 17 Agustusan tahun ini.
Bendera One Piece bergambar tengkorak yang disebut Jolly Roger merupakan lambang utama setiap kelompok bajak laut. Desain dasarnya adalah gambar tengkorak manusia di atas dua tulang yang menyilang. Namun, setiap bendera memiliki desain yang berbeda menggambarkan kapten dan nilai-nilai kru yang mengibarkannya.
Simbol Jolly Roger dalam konteks One Piece tidak selalu bermakna kekerasan atau kehancuran. Tetapi juga menjadi ekspresi dari kebebasan dan perlawanan terhadap ketidakadilan yang merupakan isu utama dalam cerita buatan Eiichiro Oda ini. (Pram/fajar)