FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ramai pembicaraan terkait kader Partai NasDem yang merupakan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, terjaring OTT, elite Partai Demokrat memberikan sedikit catatan pada KPK.
Dikatakan Andi, KPK tidak boleh gegabah seolah-olah ada keterlibatan Partai dalam operasi yang menjaring kader tertentu.
"Nanti saja disimpulkan belakangan dalam persidangan," ujar Andi di X @Andiarief_ (9/8/2025).
Blak-blakan, Andi membeberkan bahwa kehadiran KPK sebagai bagian dari lembaga penegak hukum justru memperburuk citra Partai Politik.
"Padahal tidak ada satupun vonis pengadilan yang menyatakan ada partai terlibat," tandasnya.
Sebelumnya, jubir KPK, Budi Prasetyo, juga masih irit bicara terkait penangkapan Bupati yang juga merupakan kader NasDem tersebut.
"Nanti kami jelaskan kronologi dan konstruksi perkaranya seperti apa," ucap Prasetyo kepada awak media.
Mengingat penangkapan tersebut bertepatan dengan Rapat kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem periode 2025 di Makassar, Prasetyo tidak ingin ada dicap membuat drama.
"Supaya masyarakat juga bisa menilai ini bukan drama tapi memang ada fakta-fakta perbuatannya," tukas Prasetyo membalas komentar Sahroni.
Dalam kegiatan tangkap tangan ini, kata Prasetyo, KPK juga mendapat dukungan penuh para pihak, termasuk masyarakat di wilayah Sulawesi Tenggara.
"Terlebih KPK juga telah secara intens melakukan pencegahan, pendampingan, dan pengawasan kepada pemerintah daerah," imbuhnya.
Upayaka tersebut diungkapkan Prasetyo dilakukan agar bisa melakukan langkah-langkah mitigasi dan pencegahan korupsi secara efektif dan sistematis.
"Salah satunya melalui tugas dan fungsi koordinasi dan supervisi, dengan instrumen MCP-nya," kuncinya.
Untuk diketahui, Bupati Kolaka ditangkap setelah KPK melakukan OTT di Sulawesi Tenggara.
Lima tersangka telah ditetapkan KPK, diantaranya ABZ selaku Bupati Kolaka Timur periode 2024-2029, ALH selaku PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD, AGD selaku PPK proyek pembangunan RSUD, DK selaku pihak swasta yaitu dari PT PCP, dan AR dari swasta juga yaitu KSO PT, PCP.
DK dan AR ini dari pihak swasta sebagai pihak pemberi yang diduga melakukan perbuatan tindak pindak korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat 1 huruf A atau huruf B atau pasal 13 Undang-Undang Pemberatasan Tindak Pindak Korupsi Yunto pasal 55 ayat 1 ke1 KUHP.
Sedangkan ABZ, AGD, dan ALH ini dari Bupati Koltim, kemudian dari Kemenkes dan PPK sebagai pihak penerima yang diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf A kecil atau huruf B kecil, pasal 11 dan pasal 12B besar Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. Yunto pasal 55 ayat 1 kel KUHP.
(Muhsin/fajar)