Urban Farming Menggeliat saat Pandemi, Artis Asri Welas Ikut Kecantol

  • Bagikan

Pegiat urban farming sekaligus pendiri Koperasi Tani Hidroponik Sejahtera (Kotahira) Dadan Ramdani membenarkan adanya tren urban farming belakangan. Itu, misalnya, dia ketahui karena ada lonjakan permintaan nutrisi untuk tanaman hidroponik.

Dadan biasanya hanya mendapat pesanan nutrisi 40–50 paket per seller. ”Sekarang bisa sampai 200–300 per satu seller,” ujarnya.

Koperasinya saat ini menaungi 52 kebun hidroponik. Tersebar di Jabodetabek, Cianjur, dan Bandung. Mereka semua merupakan penghobi cocok tanam yang kini berani merambah industri.

Sejak didirikan pada 2018, koperasi itu membantu banyak anggota untuk mencari pasar. Market terbesar mereka saat itu adalah hotel, restoran, dan kafe (horeka).

Tapi, karena pandemi, banyak horeka yang tutup sementara. Meski begitu, ternyata para pekebun hidroponik tersebut tidak kehilangan pasar.

”Di sisi lain, ada peningkatan permintaan dari end user (konsumen akhir) karena mereka tidak mau ke pasar atau supermarket selama pandemi,” jelas Dadan.

Maraknya urban farming atau home garden juga mengerek penjualan produsen benih. Direktur BISI International Tbk Agus Saputra Wijaya mengatakan, penjualan benih selama pandemi mengalami peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan kondisi normal.

Normalnya penjualan tiap bulan hanya 30 ribu pak. Tapi, pada Juni lalu melonjak menjadi 50 ribu pak. ”Sejak awal pandemi pada Maret sudah mulai terasa, naik sampai dua kali lipat,” katanya.

International Product Development Manager BISI International Tbk Kurniawan Wibowo menambahkan, tren bertanam di pekarangan rumah tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di luar negeri. ”Kami mengekspor benih ke berbagai negara di Asia,” katanya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan