“Saya minta selidiki kasus ini dengan sebaik-baiknya, setransparan mungkin,” tegasnya.
Guru Besar Hukum Tata Negara UII ini menekankan, bahwa Pemerintah berkomitmen melindungi setiap ulama ketika berdakwah.
Perlindungan dimaksud, sambungnya, diberikan tanpa memandang arah politik ulama ke pemerintah terpimpin.
“Dai apa pun pandangan politiknya, itu harus dilindungi kalau sedang berdakwah. Itu yang terpenting.”
“Soalnya kita hidup selama ini, bangsa indonesia, budaya yang baik itu justru ditimbulkan dari dakwah-dakwah,” tandasnya.
Sebelumnya, Kapolresta Bandarlampung Kombes Yan Budi Jaya menyatakan bahwa pihaknya sudah menetapkan Alfin Andrian sebagai tersangka.
“Pelaku jadi tersangka dengan pasal 351 ayat 2, ancaman maksimal lima tahun penjara. Tersangka sudah ditahan di Rutan Polresta,” ungkapnya.
Yan Budi mengakui bahwa orangtua pelaku memang menyatakan bahwa Alfin mengalami gangguan jiwa sejak 2016 silam.
“Jika berdasarkan keterangan orangtuanya, bahwa sejak 2016 yang bersangkutan mengalami stres diakibatkan ibunya yang menjadi tenaga kerja di Hong Kong menikah lagi,” ujarnya.
Akan tetapi, keterangan orangtua pelaku itu tak begitu saja dipercaya oleh penyidik.
Karena itu, pihaknya saat ini sudah berkoordinasi dengan Biddokkes Polda Bandarlampung untuk memeriksa kejiwaan pelaku.
Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan Mabes Polri untuk memastikan apakah benar Alfin mengalami gangguan jiwa atau tidak.
Sampai saat ini, pihaknya juga masih menunggu tim dari Mabes Polri untuk memastikan kejiwaan Alfin Andrian.