FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pegiat media sosial Nicho Silalahi kembali melontarkan kritik terhadap kebijakan subsidi sektor kelapa sawit yang ia sebut tak berpihak kepada rakyat.
Ia menyoroti dugaan pemberian subsidi hingga Rp7,5 triliun kepada lima konglomerat sawit besar, termasuk Wilmar Group yang disebut menerima suntikan dana sebesar Rp4,16 triliun.
Nicho mempertanyakan logika di balik pemberian subsidi jumbo tersebut, apalagi di tengah krisis minyak goreng yang sempat melanda Indonesia beberapa waktu lalu.
"Pak Prabowo kurang jahanam apalagi pemerintahan Jokowi dulu," ujar Nicho di X @Nicho_Silalahi (20/6/2025).
"Mensubsidi Wilmar Group sebesar 4,16 Triliun namun hasilnya Minyak Goreng Langka hingga mengakibatkan emak-emak terpaksa ngantri minyak goreng?," tambahnya.
Nicho menilai, kebijakan ini tak sejalan dengan narasi pemerintahan saat ini yang kerap menggembar-gemborkan agenda pemberantasan korupsi dan keadilan sosial.
Ia bahkan menantang Presiden Prabowo Subianto untuk memerintahkan Kejaksaan Agung menyelidiki kasus tersebut.
“Apa ga minat bapak perintahkan Kejaksaan RI untuk melakukan penyidikan terhadap subsidi ini?” tegasnya.
Lebih lanjut, Nicho menuding bahwa retorika pemberantasan korupsi yang sering digaungkan tidak akan berarti apa-apa jika kasus-kasus besar seperti ini justru dibiarkan berlalu tanpa tindak lanjut hukum.
“Ayo dong Pak, jangan cuma omon-omon doang ingin memberantas korupsi hingga ke akarnya,” kuncinya.
Sebelumnya, sepanjang Januari hingga September 2017, lima perusahaan sawit skala besar dilaporkan menerima kucuran dana subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dengan total keseluruhan mencapai Rp7,5 triliun.
Kelima perusahaan tersebut antara lain Wilmar Group, Darmex Agro Group, Musim Mas, First Resources, dan Louis Dreyfus Company (LDC).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Wilmar Group menjadi penerima subsidi terbesar, dengan jumlah mencapai Rp4,16 triliun, meskipun kontribusi yang mereka setorkan hanya sekitar Rp1,32 triliun.
Skema pendanaan ini merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang penghimpunan dan pemanfaatan dana perkebunan kelapa sawit. Regulasi ini ditandatangani langsung oleh Jokowi.
Di dalam Pasal 11 ayat (1), dijelaskan bahwa dana tersebut digunakan untuk sejumlah kegiatan strategis, antara lain pengembangan sumber daya manusia, riset dan inovasi terkait perkebunan sawit, promosi, peremajaan tanaman, hingga pembangunan sarana dan prasarana.
Sedangkan ayat (2) menyatakan bahwa dana itu juga bisa diarahkan untuk pengembangan pangan, hilirisasi industri, serta pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar nabati.
Penentuan skala prioritas penggunaannya diserahkan kepada program pemerintah dan kebijakan Komite Pengarah, sebagaimana disebut dalam ayat lanjutan.
Namun demikian, laporan kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2016 mengungkapkan kekhawatiran bahwa porsi subsidi yang besar untuk industri biodiesel dapat menimbulkan ketimpangan, terutama dalam pengembangan sektor hulu perkebunan kelapa sawit yang menyangkut petani kecil.
Berikut rincian nilai subsidi dan setoran masing-masing perusahaan sawit. Darmex Agro Group menerima Rp915 miliar, dengan setoran hanya Rp27,58 miliar.
Selain itu, Musim Mas memperoleh Rp1,54 triliun, sementara setoran mereka mencapai Rp1,11 triliun, First Resources mendapatkan subsidi Rp479 miliar, dari total setoran Rp86,95 miliar, dan Louis Dreyfus Company (LDC) menerima Rp410 miliar, dengan kontribusi Rp100,30 miliar.
Kasus ini kembali menjadi sorotan publik, terutama karena sebelumnya terjadi kelangkaan minyak goreng yang sempat membuat masyarakat, terutama ibu-ibu rumah tangga, harus mengantre berjam-jam untuk mendapat pasokan.
(Muhsin/fajar)