Orang Miskin Capai 50 Persen Jumlah Penduduk, Anthony Budiawan: Apakah Mereka Bukan Pengguna Pertalite?

  • Bagikan
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan/Net

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Peneliti dari Political Economic and Policy Study (PEPS) Anthony Budiawan gencar mengomentari rencana kenaikan BBM.

Dia menyebut Menteri Keuangan Sri Mulyani lupa atau pura-pura lupa terkait data rakyat miskin mencapai 50,3 persen atau 138,9 juta penduduk. Pasalnya pendapatan mereka di bawah Rp1 juta per orang per bulan.

“Sri Mulyani lupa atau pura-pura lupa, jumlah rakyat miskin Indonesia 2021 mencapai 50,3 persen dari jumlah penduduk. Mereka hanya mempunyai pendapatan kurang dari Rp1 juta per orang per bulan. Apakah mereka bukan pengguna pertalite, solar atau LPG 3Kg?,” katanya melalui akun sosial medianya, Rabu, (31/8/2022).

Belum lagi kata dia, publik dibuat tambah bingung karena pertamax yang sudah bukan barang subsidi sekarang di-klaim disubsidi pemerintah.

“Tapi kemudian mengeluh subsidi tidak tepat sasaran? Makanya nilai subsidi BBM menjadi besar sekali, dan mau dicabut? Benar-benar bikin pusing,” ucapnya.

Menurutnya, BBM menguasai hajat hidup orang banyak, kenaikan harga BBM dapat membuat banyak orang menderita, baik sebagai pengguna BBM langsung maupun melalui inflasi yang akan melonjak. Maka itu wacana kenaikan harga BBM harus dilakukan extra hati-hati dan transparan.

“BBM adalah barang kebutuhan publik yang menguasai hajat hidup orang banyak, kenaikan harga BBM membuat banyak orang menderita dan tambah miskin. Maka harus dilakukan extra hati-hari dan transparan,” ujarnya.

Di sisi lain dia mempertanyakan dana kompensasi BBM yang tidak ada di UU APBN TA 2022, dan juga tidak ada di APBN Perubahan 2022 yg diubah dengan Perpres No 98/2022.

“Jadi, isu subsidi BBM ini memang sangat membingungkan publik. Tapi ketika ditanya malah marah-marah, ciri penguasa tirani?,” tutur Anthony Budiawan.

Dia mengunggah data lampiran IV Perpres 98/2022 dimana pengelolaan subsidi energi sebesar Rp208 Triliun, subsidi jenis bahan bakar tertentu Rp14 Triliun, LPG Rp134 Triliun dan listrik Rp59 Triliun.

Lebih jauh kata dia, jika subsidi BBM Rp502 Triliun salah ucap, yang benar adalah subsidi energi. Dia mempertanyakan subsidi BBM, LPG dan listrik.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Prastowo Yustinus dalam lampiran IV Perpres 98/2022 menyebut alokasi anggaran kegiatan ekonomi sebesar Rp301 Triliun merupakan kompensasi.

Dia pun menantang Anthony Budiawan bertemu langsung dengan Dirjen Anggaran.

“Jika sudi menerima penjelasan. Ini jawabannya. Lampiran IV Perpres 98/2022. Kalau blm yakin, saya ajak ketemu Dirjen Anggaran yg menyusun ini Pak,” balas Prastowo.

Dia menegaskan solar, Pertalite, Pertamax (Ron 92) dan LPG jelas disubsidi pemerintah.

Rinciannya, harga keekonomian solar Rp13.950/liter, gap Rp8.800 (63,1 persen) subsidi dan kompensasi, HJE Rp5.150/liter.

Harga keekonomian pertalite Rp14.450/liter, gap Rp5.800 (47,1 persen) kompensasi, HJE Rp7.650/liter.

Harga keekonomian RON92 Rp17.300/liter, gap Rp4.800 (27,7 persen) ditanggung BU, HJE Rp12.500/liter.

LPG 3Kg, harga keekonomian Rp18.500/kg, gap Rp14.250 (77 persen) subsidi, HJE Rp4.250 kg.

Rincian subsidi dalam Perpres 98/2022 yakni BBM Rp267,1 Triliun, LPG 134,8 Triliun, listrik Rp100,5 Triliun, total Rp502,4 Triliun.

Dia menjelaskan perbedaan subsidi dengan kompensasi. Subsidi untuk minyak tanah, solar LPG 3 Kg dan listrik. Anggaran dalam Perpres 98/2022 sebesar Rp208,9 Trilliun yang dibayar per bulanan.

Sementara kompensasi untuk pertalite, solar dan listrik. Anggarannya dalam Perpres 98/2022 sebesar Rp293,5 Triliun yang dibayar sekaligus atau bertahap.

“Subsidi atau kompensasi sih? Energi atau BBM sih? Nggak usah bingung, esensinya sama, ditanggung APBN. Apa benar nilainya Rp 502,4 T? Ya bener dong! Tak perlu khawatir dg istilah berseliweran, yang pasti pemerintah sayang rakyat melalui APBN. Berikut penjelasannya! 😇🙏🇮🇩,” tambahnya. (selfi/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan