Insiden ini menjadi sorotan publik, memunculkan pertanyaan besar tentang tindakan aparat yang seharusnya melindungi masyarakat, bukan bertindak di luar hukum.
Sebelumnya, Danpuspomal (Komandan Pusat Polisi Militer Angkatan Laut), Laksamana Muda Samista mengatakan bahwa ketiga tersangka telah ditahan sejak Sabtu (4/1/2025) dan kini menjalani proses penyidikan di Puspomal.
"Terhitung karena hari Sabtu yang lalu itu anggota itu sudah kita amankan," ujar Samista saat menggelar ekspose kasus, Senin (6/1/2025).
Samista menjelaskan bahwa berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan, ketiganya resmi ditetapkan sebagai tersangka.
"Bukti penahanan sementara dalam 20 hari pertama itu sudah ditandatangani oleh ankum terhitung dari mulai hari hari Sabtu," tandasnya.
Samista menegaskan bahwa proses hukum terhadap ketiga anggota TNI AL tersebut akan berjalan sesuai dengan aturan militer yang berlaku.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid meminta pelaku penembakan terhadap Ilyas harus diadili melalui peradilan umum, bukan peradilan militer yang cenderung tertutup.
Oleh karena itu, Amnesty Internasional Indonesia mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mereformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997.
"Hanya dengan langkah ini kita dapat memastikan keadilan yang sesungguhnya bagi para korban dan mengakhiri impunitas yang telah berlarut-larut,” ungkap Usman.
Dengan revisi tersebut, kata dia, personel TNI yang melanggar hukum pidana umum dipastikan dapat diproses melalui peradilan umum, sesuai dengan amanat Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004. (muhsin/fajar)